Park Geun-hye, presiden wanita pertama terpilih dalam pemilu Korea Selatan pada Rabu, 19 Desember 2012. Dalam pidato kemenangan yang ditujukan kepada para pendukungnya, putri mantan penguasa militer Korsel itu berjanji akan "mempersatukan masyarakat yang terpisah."
Isi pidato tersebut bisa jadi ditafsirkan sebagai upaya Park untuk mempersatukan seluruh masyarakat di Semenanjung Korea yang terpisah menjadi dua Korea, yakni Korsel dan Korut.
Kemenangan Park atas pesaingnya dari kelompok liberal, Moon Jae-in, dalam pemilihan presiden, Rabu, membuat Park Geun-hye menjadi perempuan Korea pertama yang memimpin negara tersebut.
Usai mengetahui hasil pemilu, kantor kepresidenan Korsel, Lee Myung-bak, langsung mengirimkan ucapan selamat atas kemenangan Park, meskipun penghitungan suara belum selesai. Namun, kemenangan Park sepertinya sudah tak terbendung oleh calon lainnya.
Perempuan berusia 60 tahun dari kalangan konservatif ini bakal kembali lagi ke Istana Presiden, di mana ia pernah melayani ibu negara ayahnya pada 1970-an setelah ibunya tewas dibunuh oleh seorang pria bersenjata dukungan Korut.
Dengan 92 persen suara yang masuk dalam penghitungan kotak suara nasional, Park telah memperoleh 51,6 persen suara melawan 47,9 persen suara yang diperoleh pesaingnya, Moon. "Angka tersebut sulit dikejar oleh calon dari liberal," kata Komisi Pemilihan Umum Negara.
Pendukung Park tak sabar agar junjungannya langsung dinobatkan menjadi presiden. Mereka meneriakkan kata "Presiden!" ketika menyambut kedatangan Park saat kembali ke markas partai, meskipun suhu menggigil di bawah nol derajat Celsius.
Park yang mengenakan syal merah, warna partai, membalasnya dengan mendatangi kerumunan pendukungnya dengan bersalaman. "Kemenangan ini membawa harapan rakyat untuk terbebas dari krisis dan pemulihan ekonomi," katanya.
Park adalah anak perempuan salah satu tokoh modern Korea, mendiang Park Chung-hee, yang sanggup membebaskan negaranya dari kemiskinan. Sedangkan Moon merupakan kepala staf mendiang pemimpin sayap kiri Presiden Roh Moo-hyun, yang juga seorang bekas aktivis hak asasi manusia yang pernah dipenjara karena melawan rezim Park Chung-hee. (@dhedi'sh / Berbagai sumber)