SKANDAL SELINGKUH JENDERAL CIA


Nila setitik, rusak susu sebelanga. Demikianlah nasib David Petraeus. Reputasi jenderal kebanggaan Amerika itu luruh dalam sekejap.  Dia tak lagi dilihat sebagai panglima militer yang sukses. Jasanya memimpin,  dan berhasil memulangkan ratusan ribu tentara AS dari Irak dan Afganistan, mendadak lenyap.
Sejak satu pekan terakhir, sang jenderal dirundung aib. Perselingkuhannya dengan seorang perempuan terbongkar. Dan celakanya, skandal itu terjadi saat dia menjadi bos lembaga intelijen top Amerika, Direktur CIA.
Petreaus, jenderal berusia 60 tahun itu, harus mundur dengan kepala tertunduk. Padahal dia baru setahun menjabat sebagai Direktur CIA setelah pensiun dari dinas militer. Dia pun mengaku telah selingkuh dengan perempuan lain. 


"Setelah menikah selama lebih dari 37 tahun, saya telah menunjukkan hal yang sangat buruk dengan terlibat hubungan di luar ikatan perkawinan," kata Petraeus dalam pesan kepada jajaran staf CIA pada 9 November 2012. Pesan itu akhirnya disebarluaskan kepada umum. 

Sehari sebelumnya, Petraeus sudah menyampaikan pengunduran diri kepada Presiden Barack Obama, yang baru saja menang Pemilu 2012. Namun, saat itu, Obama tak langsung mengambil keputusan.  Sang presiden, seperti diungkapkan Reuters, baru merelakan pengunduran diri Petraeus esok harinya.

Petraeus sadar skandal selingkuhnya bakal terbuka sejak Biro Penyelidik Federal (FBI) mulai menelisik kasus itu. Terkuaknya skandal itu bermula dari seorang agen FBI yang “tak sengaja” menerima laporan dari seorang perempuan, bahwa ia menerima surel bernada mengancam dengan akun anonim di laman umum Gmail. Setelah diselidiki, pengancam itu adalah perempuan yang terlibat skandal asmara dengan Petraeus.

Petraeus sendiri sudah bersiap skandal ini akan terbongkar, setelah dia ditanyai oleh penyelidik FBI pada 28 Oktober lalu. Dia dan selingkuhannya akhirnya mengaku, dan aparat hukum tak akan membawa masalah ini ke pengadilan. Pengakuan itu tentu membuat publik Amerika Serikat terhenyak.

Bagi Amerika Serikat, Petraeus adalah jenderal andalan. Dia dipercaya dua presiden memimpin tentara di dua medan perang.  George W. Bush menunjuknya memimpin tentara AS di Irak selama 2004-2008. Lalu, Barack Obama mengandalkan Petraeus memimpin pasukan NATO dan AS di Afganistan, dari 2010 hingga 2011. Setelah itu, Obama memintanya duduk sebagai Direktur CIA.
Dia berpengalaman di medan tempur, dan pernah cidera akibat operasi militer. Dia menerima sejumlah medali penghargaan. Petraeus tak saja menjadi jenderal yang cemerlang. Dia juga bergelar doktor, dan sempat menjadi asisten professor untuk ilmu hubungan internasional.
Presiden Obama mengaguminya. “Dilihat dari ukuran apapun, melalui pengabdiannya, David Patreaus telah membuat negeri kita lebih aman dan lebih kuat,” kata Obama. Sayangnya, dia mengatakan itu saat melepas pengunduran diri Petraeus dari CIA.
Lalu siapa perempuan yang menjadi selingkuhan Petraeus? Dia adalah Paula Broadwell. Dia menulis biografi sang jenderal yang berjudul “All In: The Education of General David Patreaus.”
Disusun bersama seorang editor koran The Washington Post, buku itu memuat kisah inspiratif sang jenderal dengan karir militernya yang cemerlang. Bersuamikan seorang dokter dan punya dua anak, Broadwell sendiri juga seorang perempuan idaman – pintar, cantik, dan punya karir yang bagus.

Terbongkarnya surel

Skandal ini bermula dari saling kirim surel (email) antara Petraeus dengan Broadwell. Menurut stasiun berita BBC, berdasarkan penyelidikan FBI, mereka rutin berkirim pesan lewat surel. Di dunia maya, mereka menjalin hubungan dengan memiliki satu akun pribadi di laman jasa surel populer milik Google, yaitu Gmail.
Pesan-pesan itu lah yang menjadi kunci bagi investigasi FBI menguak skandal. Tak begitu jelas bagaimana FBI membongkar pesan pribadi Petraeus dan Broadwell di Gmail, apakah bekerjasama dengan Google, atau mengerahkan spesialis peretas (hacker).

Awalnya, para penyelidik FBI tak mengira dampak penelusuran mereka di jagat maya itu. Penyelidikan dimulai saat seorang perempuan aktivis di Kota Tampa, Florida, Jill Kelley, mengadu kepada seorang temannya di FBI bahwa dia sering menerima surel yang tidak mengenakkan dari seorang pengirim.

Pesan itu berisi ancaman agar Kelley tidak lagi mencampuri urusan seorang petinggi militer AS. Belakangan diketahui yang dimaksud petinggi militer itu adalah Jenderal Petraeus. Kelley dan suaminya, kebetulan teman dekat keluarga Petraeus.

Sebagai teman, agen FBI itu akhirnya menyanggupi permintaan Kelley untuk menelusuri siapa yang mengirim surel tersebut, demikian seperti diungkap stasiun berita NBC. Tadinya FBI hanya menganggap itu sekadar kasus perbuatan tidak menyenangkan di dunia maya (cyber).      

Setelah ditelusuri, penyelidik FBI penasaran. Mereka menelisik lebih jauh. Soalnya sejumlah surel ancaman kepada Kelley menyebut-nyebut jenderal penting di Komando Militer AS kawasan Tengah dan Selatan.

Investigasi itu hampir buntu. Akun surel dari mana pesan itu berasal ternyata tidak mengungkapkan identitas asli. Namun, FBI masih bisa melacak alamat protokol internet (IP address) dari komputer si pengirim surel.

Ini sebetulnya bukan soal rumit. Seorang pakar keamanan komputer dari Webroot, Jacques Erasmus, mengatakan melacak sebuah alamat IP adalah titik awal penting  dalam investigasi forensik digital. "Itu pastinya wajib dilakukan pertama kali," kata Erasmus, seperti dikutip BBC.

Lanjut Erasmus, alamat IP itu penting dalam membuka Internet, dan diperlukan agar bisa berkirim data. "Begitu punya alamat IP, kita bisa mengoperasikan internet untuk mendapatkan informasi," kata Erasmus.

Selain alamat IP, komponen penting lain dalam investigasi forensik digital terkait pengungkapan skandal perselingkuhan Petraeus adalah "perkakas domain" (domain tools). Fitur ini mengungkap siapa yang memiliki alamat IP.

Hampir semua alamat IP sudah diperoleh perusahaan, lembaga pemerintah, maupun penyedia jasa internet (ISP). Fitur ini membantu mempersempit pelacakan jaringan yang memunculkan pesan dari surel tertentu.

Fitur penting lainnya, ungkap Erasmus, adalah Maxmind. Ini berguna untuk melacak lokasi fisik dari alamat IP tertentu. "Ini cukup akurat walaupun tidak akan mengungkapkan nama jalan dan nomor rumah," dia menambahkan.
 
Bermodalkan informasi sumber asal pesan-pesan itu dikirim, FBI diyakini menyusun sebuah daftar. Isinya sejumlah nama yang diduga berada di lokasi, saat pesan tertentu dikirim dari alamat IP yang sudah diidentifikasi. 

Nama yang kerap muncul di daftar  itu adalah Paula Broadwell. Ini kian jelas, saat surel tertentu dikirim dari beberapa hotel yang pernah dihuni Broadwell selama tur promosi buku yang dia tulis mengenai biografi Jenderal Petraeus.

Begitu tahu Broadwell sebagai tersangka kuat pengirim surel ancaman kepada Kelley, FBI mendapat izin tertulis dari pihak berwenang agar bisa mengakses dari suatu akun anonim di Gmail. Akhirnya ini mengarah kepada pengungkapkan bukti perselingkuhan dan juga muslihat yang digunakan Petraeus dan Broadwell dalam menutup-nutupi hubungan mereka.

Bagi Erasmus, yang dikutip BBC, kalangan intelijen dan kriminal siber menganggap muslihat itu sebagai upaya menghalangi pengintaian. Caranya, dua orang mengetahui login dan kata sandi yang sama di suatu akun surel berbasis web.

Petraeus yang Direktur CIA itu cukup cerdas “mengakali” kenungkinan terlacak. Caranya sangat sederhana. Ketimbang mengirim pesan dari email lain, mereka berdua menulis pesan berkatagori masih rancangan (draft) yang tidak pernah dikirim ke alamat surel lain. Pesan-pesan itu tetap tersimpan di server layanan surel Gmail, sehingga bisa dilihat oleh salah satu dari mereka saat membuka akun di mana pun.  
 
Karena tidak ada lalu lintas pesan di akun tersebut, muslihat ini bisa mempersulit investigasi penyelidik.  Namun sukses tidaknya muslihat ini tergantung keahlian pihak lain dalam menerobos akses ke akun yang bersangkutan.  

Menurut Erasmus, banyak orang mengira berkirim pesan secara rahasia bisa mudah dilakukan dengan berbagi suatu akun di laman terbuka untuk publik seperti Gmail. Mereka kira itu cara aman untuk tidak dilacak oleh aparat hukum seperti FBI. Namun muslihat ini bisa terbongkar juga. 

Paviliun rahasia

Bagi komunitas keamanan dan intelijen, skandal perselingkuhan itu tidak sekadar membuat aib. Status Petraeus sebagai petinggi CIA membuat rahasia negara bisa bocor ke orang yang tidak berhak mengetahuinya, seperti Broadwell.

Tidak heran bila para politisi di Kongres berencana memanggil pimpinan FBI, yang menggelar investigasi atas skandal Petraeus dan Broadwell, seberapa jauh masalah ini bisa mengancam kepentingan keamanan AS.

Tapi jadwal di Kongres agak kacau. Sebetulnya pekan ini mereka menjadwalkan rapat dengan Petraeus soal kontroversi serangan massa ke Konsulat AS di Benghazi, Libya, beberapa waktu lalu. Namun Petraeus sudah mundur sebagai Direktur CIA, rapat pun batal. Kemungkinan dia akan tetap dipanggil ke Kongres untuk memberi keterangan walau tidak lagi menjabat. 

Sejumlah pengamat menyatakan masih belum ada bukti kuat bahwa kepentingan keamanan AS terancam akibat skandal ini. Namun, muncul spekulasi di media massa AS bahwa Broadwell bisa saja telah mendapat informasi rahasia akibat tidak sengaja dilontarkan Petraeus selama mereka menjalin hubungan.

Apalagi Broadwell diduga rutin mendapat "akses yang tak terduga" dari Petraeus selama mereka berhubungan. Menurut stasiun berita CNN, spekulasi itu mulai ramai sejak Senin 12 November 2012 setelah muncul suatu cuplikan rekaman video Broadwell saat berceramah di Universitas Denver Oktober lalu.

Di video rekaman itu Broadwell menyinggung kontroversi serangan atas Konsulat AS di Benghazi pada 11 September 2012. Bermula dari protes publik Libya atas munculnya cuplikan video film anti Islam buatan warga AS keturunan Mesir di laman YouTube, akhirnya muncul serangan berdarah, yang menewaskan Duta Besar AS Christopher Stephens dan tiga warga AS di Konsulat.

Dalam ceramahnya itu, Broadwell memberi keterangan yang selama ini tidak diketahui banyak orang. Menurut dia, Konsulat AS di Benghazi memiliki sebuah penjara rahasia yang dijalankan CIA, sehingga itulah yang menjadi motif penyerangan.  

"Saya tidak tahu kalau kalian sudah tahu mengenai hal ini, namun paviliun CIA [di Konsulat Benghazi] saat itu sedang menahan dua orang anggota suatu milisi di Libya. Mereka menilai serangan ke konsulat adalah upaya untuk mengeluarkan para tahanan itu," kata Broadwell.

Seorang pejabat senior intelijen AS kepada CNN membantah pernyataan itu. "Klaim soal penahanan itu sama sekali tidak benar. Tidak ada yang ditahan di paviliun, baik sebelum, selama, maupun setelah serangan," kata pejabat yang tak mau disebutkan namanya itu.

Tidak jelas darimana Broadwell mendapatkan informasi sensitif itu. Juga belum ada bukti yang menyatakan informasi itu berasal dari Petraeus. Selama ini, kalangan pejabat AS menyatakan insiden di Benghazi merupakan serangan teroris.
  
Harian The New York Times pun mengabarkan para penyelidik FBI menemukan sejumlah dokumen berkatagori rahasia di komputer laptop milik Broadwell. Namun, menurut penyelidik, Petraeus sendiri membantah telah membocorkan informasi kepada selingkuhannya.

Kolega Petraeus tidak percaya spekulasi itu, walau kemungkinan lain bisa terjadi. "Kemungkinan hampir nol persen peluang bahwa keamanan nasional sudah diterobos atau berisiko bocor," kata Jenderal Purnawirawan James Marks, yang mengenal Broadwell maupun Petraeus.  

Seorang pejabat senior intelijen AS juga mengungkapkan bahwa perselingkuhan yang melibatkan pejabat CIA tak langsung dianggap pelanggaran keamanan. Namun, "Itu tergantung situasi," kata pejabat itu kepada CNN.

Pejabat anonim itu mengungkapkan Broadwell tidak punya akses apapun ke CIA. Namun, sumber lain mengungkapkan, Broadwell punya sebagian akses, namun terbatas dan tidak menyangkut kepada informasi sensitif. (@dhedi'sh / Sumber : sorot.news.viva.co.id)