Pro dan kontra terhadap bentuk kepemimpinan dari enam figur presiden yang telah memimpin republik ini merupakan bentuk pendewasaan terhadap pola pikir sebuah bangsa menuju warna kepimpinan yang lebih baik. Berikut bentuk kepemimpinan dari Soekarno hingga SBY
“Percaya Diri dan Bangga Menjadi Bangsa Indonesia”
Soekarno presiden pertama sekaligus sosok yang mengantar rakyat Indonesia sampai pada pintu kemerdekaan. Indonesia mampu mencapai kemerdekaan, bebas dari penjajah berkat kegigihan Soekarno untuk terus berjuang hingga memproklamirkan kemerdekaan. Kini sang presiden telah tiada namun banyak peninggalannya yang harus kita ingat, baik itu berupa material ataupun non material. Untuk non material, Soekarno telah meninggalkan warisan yang sangat penting yaitu alasan untuk menjadi Negara Indonesia, dan memperkenalkan Pancasila sebagai dasar negara. Bukan itu saja, di masa kepemimpinannya, Soekarno dapat membangkitkan kebanggan rakyat untuk menjadi bangsa Indonesia yang memiliki percaya diri dan bangga setelah di jajah dan terbebas dari kolonialisme. Semangat itu, bukan hanya rakyat Indonesia saja yang merasakan tapi juga dunia. Soekarno pun memiliki pandangan bahwa negara yang habis dijajah, tidak bisa di sembarangkan atau dianggap remeh oleh siapapun. Bahkan, Ia pun menjadi leader atau pemimpin di konferensi Asia Afrika pada saat itu. Ia juga menjadikan Indonesia sebagai kekuatan regional yang sangat dihormati. Keberanian yang ia miliki, membuat Soekarno merubah Batavia menjadi Jakarta, dan merubah Jepang menjadi Indonesia.
Monas Berbentuk Lingga dan Yoni
Dalam segi material, ide dan pemikirannya yang jauh kedepan membuat Presiden pertama ini banyak melakukan pembangunan, diantaranya jembatan Semanggi dan Monas. Lantaran idenya itu, Soekarno banyak mendapat cemooh dari banyak orang. Namun itu semua tak menyurutkan niatnya untuk membangun jembatan Semanggi. Kemudian, salah satu dari pembangunan Soekarno yang menjadi icon adalah Monumen Nasional (MONAS). Monas kini menjadi salah satu tempat wisata di ibu kota Jakarta. Tapi, arti dari Monas itu sendiri saat ini telah diselewengkan. Tak banyak orang yang tahu apa arti dari Monas itu sesungguhnya. Kebanyakan rakyat hanya mengetahui Monas berbentuk “Lingga dan Yoni” yang artinya penis dan vagina. Ini yang membuat pandangan masyarakat terhadap Monas salah. Masyarakat menganggap itu adalah lambang dari kebiasaan Sang Presiden yang memiliki banyak istri. Monas telah di rencanakan Soekarno sejak lama. Tak banyak orang yang tahu bahwa Monas itu sesungguhnya melambangkan kemerdekaan dan emas itu berbentuk api yang berarti kobaran semangat yang tak pernah padam untuk mencapai kemerdekaan. Pembangunan Monas pun saat itu dilakukan melalui syembara hingga dua kali. Dan hingga pada akhirnya di sempurnakan oleh Soekarno. Hampir semua pembangunan pada masa kepemimpinannya di sempurnakan dan turut campurnya. Bagi Soekarno, membangun Monas bukan hanya sebuah monumen, tapi lebih dari itu. Ia bermaksud untuk membangun spirit atau semangat bangsa Indonesia. Ia ingin rakyatnya berdiri dengan kepala tegak.
“Otoriter dan Kesenjangan Gender”
Soeharto pada saat kepemimpinannya, menjadikan Jakarta kota yang kapitalistik. Ia juga menjadikan Indonesia negara yang dipandang secara ekonomi. Dimana pada saat itu indonesia menjadi negara yang investor asing bisa bebas bergerak. Ekonomi pada saat itu semu. Namun perencanaan ekonominya saat itu hanya berjangka pendek sekitar 10 tahun, dan selama kepemimpinan Soeharto terjadi kegagalan hingga Indonesia mengalami krisis saat itu. Krisis yang sangat parah, dan hutang sangat besar. Jika dibandingkan pada zaman Soekarno, krisis dan hutang di masa pemerintahan Soeharto mencapai tiga kali lipat lebih besar. Sedangkan dalam segi pemerintahan, Soeharto membuat kekuasaan yang sentralistik, tidak reformasi, sehingga pada saat kepemimpinannya berlangsung, rakyat tidak bisa berekspresi. Menjadi negara yang penuh ketakutan. Pemerintah yang otoriter sehingga membuat rakyat tak mampu membantah. Perbedaan berarti pembangkangan. Itulah yang berlaku saat itu. Negara Indonesia pun seakan-akan berubah menjadi seperti kerajaan yang dimana Soeharto menjadi Rajanya. Dan mempribadikan semua aset negara. Terjadi kesenjangan sosial, dan adanya jarak yang sangat jauh antara rakyat dan pemimpinnya. Sehingga pada saat kepemimpinannya, rakyat terlihat sangat kerdil. Satu hal yang perlu diingat pada saat Soeharto memimpin, perempuan sangat disepelekan. Machoisme, dimana perempuan sangat di batasi. Perempuan hanya boleh dirumah, didapur dan tidak boleh menyaingi laki-laki. Dan perempuan harus berada di belakang laki-laki. Jika perempuan menjadi pemimpin, maka akan menjadi setan yang sangat kejam. Itulah kesenjangan yang sangat mencolok yang terjadi pada saat itu.
“Demokrasi Reformasi dan Lepasnya Timor Timur”
Habibie, presiden selanjutnya yang naik untuk menggantikan Soeharto setelah sebelumnya ia menjadi wakil dari Soeharto. Habibie adalah orang yang dibesarkan Soeharto, namun Habibie justru naik untuk menggantikannya. Dimasa kepemimpinannya yang singkat, Habibie memiliki jasa yang sangat besar, yaitu Habibie memberikan kebebasan untuk pers dan menyiapkan pemilu yang demokratis. Sehingga sejak pada saat itu banyak partai yang muncul. Habibie pun membangun jembatan untuk masuk mencapai demokrasi reformasi. Pada saat kepemimpinannya pun Habibie rela memasang badan untuk melindungi Soeharto. Pada saat itu Habibie melakukan pemulihan lebih ke internal. Dan pada masa kepemimpinannya pula, Timor Timur lepas dari Indonesia dan merdeka.
“Tiga Catatan Yang Kontroversial”
Abdurahman Wahid, tidak menyangka ia akan tampil menjadi presiden berikutnya. Setelah sebelumnya Habibie melakukan pemulihan internal, Abdurahman Wahid justru melakukan pemulihan eksternal. Pada saat itu Abdurahman Wahid tidak hanya menjalin kerjasama dengan Amerika, tapi ia mencoba menjalin hubungan baik dan menjalin kerjasama dengan negara-negara lain selain Amerika. Ini dilakukannya agar dapat melakukan pemulihan krisis yang cepat. Bukan hanya mengharapkan mendapat dukungan financial, tetapi juga dukungan dalam bidang politik. Ada 3 catatan menarik pada saat pemerintahan Abdurahman Wahid:
1. Plesir keluar negeri
‘hobby’ berkunjung keluar negeri yang sebenarnya dilakukannya dengan tujuan memperbaiki citra Indonesia di mata negara lain dan membuka peluang kerjasama terutama perdagangan.
2. Pengahapusan penderitaan kaum minoritas. Banyak terobosan baru yang dilakukannya untuk mengangkat kaum minoritas. Misalnya saja memperbolehkan perayaan imlek yang selama ini dimasa Soeharto dilarang. Abdurahman Wahid juga meminta agar TAP MPRS no. XXIX/MPR/1966 tentang pelarangan Marxisme-Leninsme di cabut. Dengan membuka peradilan untuk kaum minoritas, sebenarnya Abdurahman Wahid telah menunjukkan adanya persamaan derajat antar sesama warga negara Indonesia. Dimana pada saat pemerintahan Soeharto itu semua tidak ada.
3. Berdamai dengan Israel
Perdamaiannya dengan Israel adalah hal yang paling kontroversial pada saat itu. Abdurahman Wahid yang menjunjung tinggi kebebasan umat beragama sebenarnya menekankan bahwa islam tidak boleh melihat segala sesuatu yang berbau barat adalah kesalahan. Kerjasama dengan Israel bukan berarti ikut membenci dan melucuti Palestina. Pada saat pemerintahannya itu, Abdurahman Wahid menghancurkan kesakralan istana. Meruntuhkan semua yang sifatnya dari keagungan. Menghilangkan jarak yang telah ada antara rakyat dan pemimpinnya.
“Diam Itu Emas”
Megawati adalah presiden perempuan pertama di Indonesia. Awalnya Megawati diharapkan orang yang bisa membawa kembali pemikiran Soekarno. Tapi ternyata tidak. Megawati justru banyak diam saat kepemimpinannya berlangsung. Diam itu emas. itulah yang banyak terjadi saat itu. Pada kepemimpinannya pula ada beberapa aset negara yang di jual. Dulunya pun Megawati diharapkan dapat menjadi sosok Indira Ghandi dari India. Namun ternyata tidak. Dan pada saat itu hanya ada aspek pencitraan. Periode dimana ada warna keperempuanan diharapkan dapat membawa Indonesia lebih baik. Tapi pada saat itu Megawati gagal tampil.
“Album Salah Satu Cara Menutupi Kegagalan”
Susilo Bambang Yudhoyono adalah presiden pertama dari hasil pemilihan langsung oleh rakyat. Dimana saat itu rakyat berharap menemukan sosok Soekarno di dalam diri Susilo Bambang Yudhoyono yang dapat memiliki keputusan yang cerdas, tegas, dan strategi yang dapat membawa Indonesia kearah yang lebih baik lagi. Namun, Susilo Bambang Yudhoyono justru membuat sistem yang konyol. Dan hingga sampai pada kepemimpinannya pun politik pencitraan masih berlaku. Dimana sang pemimpin melakukan berbagai cara untuk menutupi kegagalan yang ada di Presiden. Pengeluaran albumnya saat ini salah satu cara menutupi kegagalannya. (@dhedi’sh / Sumber: forum.kompas.com)