Puna
Wulung, terbuat dari bahan komposit
Rentang sayapnya mencapai 6,360 meter. Panjang badan mencapai 4,32 meter, dan
tingginya 11,32 meter. Berat 120 kilogram. Puna Wulung bermesin 2 tak. Untuk
mendapatkan tenaga yang optimal, bahan bakar yang dipilih adalah jenis
pertamax.
Wulung mampu terbang selama 4 jam tanpa henti. Jarak tempuh maksimalnya 70
kilometer, dengan kecepatan jelajah 52 hingga 69 knot. Pesawat bisa
dikendalikan dengan jarak 73 kilometer dari remote control. Puna Wulung mampu
terbang hingga ketinggian 12 ribu kaki. Namun, hingga sat iniyang sudah diuji
baru pada ketinggian 8 ribu kaki.
KRITIK :
Tak semua puas
dengan Puna Wulung ini. Kritik justru datang dari Menteri Riset dan Teknologi,
Gusti Muhammad Hatta. Menurut dia, suara pesawat Wulung itu terlalu bising.
"Seharusnya pesawat nir awak tidak mengeluarkan suara. Bisa-bisa ditembak
musuh kalau pesawat nir awak kita suaranya seperti itu," kata Gusti dalam
keterangan tertulisnya.
Untuk itu, dia berharap BPPT dan Kementerian Pertahanan bisa lebih baik lagi
mengembangkan pesawat itu jika memang ditujukan sebagai alat utama sistem
persenjataan (alutsista) TNI.
"Awalnya, pesawat tanpa awak memang diprioritaskan untuk keperluan sipil
seperti memantau wilayah di Indonesia. Namun dalam perkembangannya, pesawat tersebut bisa
dijadikan sebagai alat utama sistem persenjataan TNI. Untuk itu pesawat ini
harus canggih. Saya yakin BPPT bisa membuatnya," Menristek menambahkan.
Selain suara, Menristek juga mengkritik bahan dasar badan pesawat yang terbuat
dari serat fiber. Ia berharap bisa diganti dengan bahan dasar lain yang lebih
kuat. "Layaknya pesawat intai tanpa awak milik negara lain," ujarnya.
Di balik kritiknya itu, Gusti mengaku tetap bangga dan siap mempromosikan
pesawat tanpa awak tersebut, tahun depan. “Dan saya berharap teknologi untuk
pesawat intai tadi tidak menggunakan teknologi dari negara lain,” tambahnya, (@dhedi’sh
/ Sumber: vivanews, foto: M. Solihin)
Untuk itu, dia berharap BPPT dan Kementerian Pertahanan bisa lebih baik lagi mengembangkan pesawat itu jika memang ditujukan sebagai alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI.
"Awalnya, pesawat tanpa awak memang diprioritaskan untuk keperluan sipil seperti memantau wilayah di Indonesia. Namun dalam perkembangannya, pesawat tersebut bisa dijadikan sebagai alat utama sistem persenjataan TNI. Untuk itu pesawat ini harus canggih. Saya yakin BPPT bisa membuatnya," Menristek menambahkan.
Selain suara, Menristek juga mengkritik bahan dasar badan pesawat yang terbuat dari serat fiber. Ia berharap bisa diganti dengan bahan dasar lain yang lebih kuat. "Layaknya pesawat intai tanpa awak milik negara lain," ujarnya.
Di balik kritiknya itu, Gusti mengaku tetap bangga dan siap mempromosikan pesawat tanpa awak tersebut, tahun depan. “Dan saya berharap teknologi untuk pesawat intai tadi tidak menggunakan teknologi dari negara lain,” tambahnya, (@dhedi’sh / Sumber: vivanews, foto: M. Solihin)