Indonesia melalui kerjasama
Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pertahanan dengan
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) berhasil menciptakan lima jenis
pesawat tanpa awak atau Pesawat Udara Nir Awak (PUNA).
Lima Pesawat terbang tanpa
awak dipamerkan saat uji terbang pesawat tersebut di Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta, Kamis (11/10/2012). Kelima jenis pesawat tanpa awak itu adalah pesawat
udara nir awak (Puna) Sriti, Puna Alap-alap, Puna Pelatuk, Puna Gagak, dan Puna
Wulung. Pesawat hasil pengembangan Badan Penelitian dan Pengembangan
(Balitbang) Kemhan dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
tersebut dapat dimanfaatkan untuk target drone, survaylance, rudal, intelijen,
pengintaian, SAR, dan perang elektronika.
PROFIL 5
PESAWAT UDARA NIR-AWAK (PUNA) :
Puna Sriti
Puna Sriti, difungsikan untuk pengintaian. Puna Sriti bisa
melihat ke depan sejauh 60-75 kilometer. Rentang sayapnya 2,988 meter. Memiliki
bobot 8,5 kilogram. Kecepatan jelajahnya mencapai 30 knot. Endurance atau
kemampuan terbangnya mencapai 1 jam. Sriti bisa terbang sejauh 5 mil dengan
ketinggian maksimal 3.000 kaki.
- Puna Alap-alap
Puna Alap-alap, difungsikan untuk
pengintai. Rentang sayapnya 3,51 meter. Beratnya 18 kilogram. Kecepatan jelajah
mencapai 55 knot. Mampu terbang selama 5 jam dengan jangkauan 140 kilometer.
Ketinggian maksimumnya 7.000 kaki. Pesawat ini dilengkapi dengan kamera video.
Puna Gagak
Puna Gagak, memiliki rentang sayap 6,916 meter. Beratnya 120
kilogram. Kecepatan jelajahnya 52-69 knot. mampu terbang selama 4 jam dengan
jangkauan maksimal 73 kilometer. Sedangkan ketinggian terbang maksimum mencapai
8.000 kaki. Pesawat dilengkapi kamera video.
Puna Pelatuk
Puna Pelatuk, memiliki rentang sayap 6,916 meter. Berat 120
kilogram. Kecepatan jelajahnya mencapai 52 hingga 69 knot. Bisa terbang selama
4 jam dengan jangkauan maksimal 73 kilometer. Pesawat ini bisa terbang dengan
ketinggian maksimum 8.000 kaki. Pesawat dilengkapi kamera video
Puna Wulung
Puna
Wulung, terbuat dari bahan komposit
Rentang sayapnya mencapai 6,360 meter. Panjang badan mencapai 4,32 meter, dan
tingginya 11,32 meter. Berat 120 kilogram. Puna Wulung bermesin 2 tak. Untuk
mendapatkan tenaga yang optimal, bahan bakar yang dipilih adalah jenis
pertamax.
Wulung mampu terbang selama 4 jam tanpa henti. Jarak tempuh maksimalnya 70
kilometer, dengan kecepatan jelajah 52 hingga 69 knot. Pesawat bisa
dikendalikan dengan jarak 73 kilometer dari remote control. Puna Wulung mampu
terbang hingga ketinggian 12 ribu kaki. Namun, hingga sat iniyang sudah diuji
baru pada ketinggian 8 ribu kaki.
KRITIK :
Tak semua puas
dengan Puna Wulung ini. Kritik justru datang dari Menteri Riset dan Teknologi,
Gusti Muhammad Hatta. Menurut dia, suara pesawat Wulung itu terlalu bising.
"Seharusnya pesawat nir awak tidak mengeluarkan suara. Bisa-bisa ditembak
musuh kalau pesawat nir awak kita suaranya seperti itu," kata Gusti dalam
keterangan tertulisnya.
Untuk itu, dia berharap BPPT dan Kementerian Pertahanan bisa lebih baik lagi
mengembangkan pesawat itu jika memang ditujukan sebagai alat utama sistem
persenjataan (alutsista) TNI.
"Awalnya, pesawat tanpa awak memang diprioritaskan untuk keperluan sipil
seperti memantau wilayah di Indonesia. Namun dalam perkembangannya, pesawat tersebut bisa
dijadikan sebagai alat utama sistem persenjataan TNI. Untuk itu pesawat ini
harus canggih. Saya yakin BPPT bisa membuatnya," Menristek menambahkan.
Selain suara, Menristek juga mengkritik bahan dasar badan pesawat yang terbuat
dari serat fiber. Ia berharap bisa diganti dengan bahan dasar lain yang lebih
kuat. "Layaknya pesawat intai tanpa awak milik negara lain," ujarnya.
Di balik kritiknya itu, Gusti mengaku tetap bangga dan siap mempromosikan
pesawat tanpa awak tersebut, tahun depan. “Dan saya berharap teknologi untuk
pesawat intai tadi tidak menggunakan teknologi dari negara lain,” tambahnya, (@dhedi’sh
/ Sumber: vivanews, foto: M. Solihin)
Untuk itu, dia berharap BPPT dan Kementerian Pertahanan bisa lebih baik lagi mengembangkan pesawat itu jika memang ditujukan sebagai alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI.
"Awalnya, pesawat tanpa awak memang diprioritaskan untuk keperluan sipil seperti memantau wilayah di Indonesia. Namun dalam perkembangannya, pesawat tersebut bisa dijadikan sebagai alat utama sistem persenjataan TNI. Untuk itu pesawat ini harus canggih. Saya yakin BPPT bisa membuatnya," Menristek menambahkan.
Selain suara, Menristek juga mengkritik bahan dasar badan pesawat yang terbuat dari serat fiber. Ia berharap bisa diganti dengan bahan dasar lain yang lebih kuat. "Layaknya pesawat intai tanpa awak milik negara lain," ujarnya.
Di balik kritiknya itu, Gusti mengaku tetap bangga dan siap mempromosikan pesawat tanpa awak tersebut, tahun depan. “Dan saya berharap teknologi untuk pesawat intai tadi tidak menggunakan teknologi dari negara lain,” tambahnya, (@dhedi’sh / Sumber: vivanews, foto: M. Solihin)